Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh menyambut dengan gembira pengangkatan Martunis sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) ISAD Aceh, Dr. Teuku Zulkhairi, menyatakan bahwa Martunis pantas menjabat posisi tersebut karena ia selalu terbuka terhadap masukan-masukan untuk memajukan pendidikan di Aceh.
Martunis, yang merupakan lulusan MAN 1 Banda Aceh dan memperoleh gelar S2 Ekonomi Publik dari Andrew Young School of Policy Studies – USA, dikenal sebagai sosok yang komunikatif dan religius.Tidak mengherankan jika ia sering mendapat jabatan penting sebelum kini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh.
Sebelumnya, Martunis pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Perencanaan Pembangunan Ekonomi & Sumber Daya Alam Bappeda Aceh hingga Kepala DPMPTSP Aceh. Martunis juga pernah menjadi Penjabat (Pj) Bupati Aceh Singkil, membuktikan kapasitasnya sebagai birokrat ulung.
"Dibawah kepemimpinan Martunis sebagai Kepala Dinas Pendidikan Aceh, kita berharap pendidikan Aceh semakin maju dan Islami, sesuai dengan amanat Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pendidikan," ujar Zulkhairi, Jumat (25/4/2024).
Zulkhairi, yang meraih gelar Doktor Pendidikan Islam di UIN Ar-Raniry, menambahkan bahwa pendidikan Aceh harus dibangun dengan menerima aspirasi dan masukan dari berbagai kalangan masyarakat yang peduli dengan pendidikan. Selain itu, pendidikan Aceh harus sesuai dengan amanat Qanun Aceh yang menghendaki agar pendidikan diimplementasikan secara Islami.
"Konsep pendidikan Islami yang diamanahkan oleh Qanun belum sepenuhnya terwujud karena lemahnya visi pejabat terkait yang mengurus pendidikan Aceh,” kata Zulkhairi.
“Meski sudah seperempat abad Syar'iat Islam berlaku di Aceh, pendidikan Aceh belum maksimal mendukung penerapan Syari'at Islam,” lanjutnya.
Zulkhairi menegaskan bahwa pendidikan di Aceh masih belum sepenuhnya sejalan dengan Syari'at Islam. Sebagai bukti, kurikulum pendidikan di Aceh seharusnya dijalankan secara Islami, termasuk buku materi ajar di semua mata pelajaran, proses pembelajaran, hingga evaluasi. Guru-guru juga harus memahami konsep pendidikan Islami dengan baik.
Namun, buku-buku materi ajar saat ini masih belum mencerminkan nilai-nilai Islam, bahkan mata pelajaran agama hanya sedikit diajarkan di sekolah-sekolah. “Sebagai contoh, meskipun Syar'iat Islam sudah hampir 25 tahun dilaksanakan, materi tentang Syari'at Islam tidak diajarkan dalam buku agama di sekolah-sekolah di Aceh,” jelas Zulkhairi.
Ia juga menyoroti bahwa buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah tidak memuat cukup materi tentang sejarah Aceh, padahal Aceh dulu adalah mercusuar peradaban Islam di Asia Tenggara. Selain itu, kebutuhan fardhu 'ain dan fardhu kifayah anak-anak Aceh juga belum terpenuhi di sekolah. Akibatnya, tiap tahun kelulusan di Aceh sering dirayakan dengan cara yang tidak sesuai dengan semangat Islam dan kearifan lokal Aceh.
"Dalam konteks ini, kami berharap Dinas Pendidikan Aceh di bawah kepemimpinan Martunis dapat berbenah,” kata Zulkhairi.
“Keberhasilan pendidikan Aceh tidak hanya diukur dari angka kelulusan atau penerimaan di perguruan tinggi terkenal, tapi juga dari kondisi generasi muda yang saat ini berada di ambang kehancuran," harap Zulkhairi.