Mengenal Istana Siak Sri Indrapura: Warisan Kerajaan Besar di Pulau Sumatera
img
  • 2723x Dilihat
  • Budaya dan Pariwisata
  • 19 Jun 2024

Sumatra Info, Sebelum kekuatan Eropa Barat menguasai Asia Tenggara, Indonesia belum terbentuk seperti sekarang. Nusantara terdiri dari berbagai kerajaan dan kekaisaran yang kadang hidup berdampingan damai, namun sering kali berperang satu sama lain. Saat itu, Nusantara belum memiliki rasa persatuan sosial dan politik seperti Indonesia modern.

Sejarah Kerajaan di Nusantara

Jauh sebelum Indonesia merdeka, masyarakat kuno Nusantara sudah mengenal sistem pemerintahan berbentuk kerajaan. Kerajaan-kerajaan ini didirikan oleh pedagang dari China, India, dan Arab. Letak strategis Indonesia sebagai jalur pelayaran internasional menjadi faktor utama masuknya aliran Hindu-Buddha yang dibawa oleh para pedagang, yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya kerajaan di Indonesia.

Kerajaan Siak Sri Indrapura

Salah satu kerajaan besar di Pulau Sumatera adalah Kerajaan Siak Sri Indrapura. Kebesaran kerajaan ini tercermin dari Istana Siak Sri Indrapura yang masih berdiri hingga saat ini. Terletak di Sri Indrapura, Kampung Dalam, Kabupaten Siak, Riau, istana ini juga dikenal sebagai Istana Asserayyah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur. Pada 3 Maret 2004, Istana Siak Sri Indrapura ditetapkan sebagai cagar budaya.

Berdirinya Kerajaan Siak Sri Indrapura

Kerajaan Siak Sri Indrapura didirikan pada tahun 1723 oleh Raja Kecik, yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah. Beliau adalah putera Raja Johor (Sultan Mahmud Syah) dan Encik Pong. Nama "Siak" diambil dari sejenis tumbuhan yang banyak terdapat di daerah tersebut. Sebelum berdirinya Kerajaan Siak, daerah ini berada di bawah kekuasaan Johor dan diawasi oleh Syahbandar yang bertugas memungut cukai hasil hutan dan laut.

Perpindahan Pusat Kerajaan

Setelah Raja Kecik dewasa, pada tahun 1717 beliau berhasil merebut tahta Johor, namun pada tahun 1722, kerajaan ini direbut kembali oleh Tengku Sulaiman dengan bantuan bangsawan Bugis. Setelah perang saudara yang merugikan kedua belah pihak, Raja Kecik mendirikan kerajaan baru di pinggir Sungai Buantan. Pusat kerajaan sering berpindah-pindah, dari Buantan ke Mempura, lalu ke Senapelan Pekanbaru, dan kembali lagi ke Mempura. Pada masa pemerintahan Sultan Ismail, pusat kerajaan dipindahkan ke Siak Sri Indrapura.

Istana Siak Sri Indrapura

Pada masa Sultan Assayaidis Syarief Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin (1889-1908), dibangunlah Istana Asseraiyah Hasyimiah yang megah di kota Siak. Istana ini menjadi saksi kemajuan ekonomi Siak pada masa pemerintahan Sultan Syarif Hasyim yang juga sempat melawat ke Eropa.

Sultan Syarif Kasim II dan Bergabung dengan Indonesia

Setelah Sultan Hasyim wafat, putranya Sultan Syarif Kasim II melanjutkan kepemimpinan. Pada masa kemerdekaan Indonesia, Sultan Syarif Kasim II mengibarkan bendera merah putih di Istana Siak dan bergabung dengan Republik Indonesia. Beliau menyerahkan mahkota kerajaan serta uang sebesar sepuluh ribu gulden kepada pemerintah Indonesia.

Istana Siak sebagai Destinasi Wisata Sejarah

Saat ini, Istana Siak Sri Indrapura berfungsi sebagai destinasi wisata sejarah di Provinsi Riau. Bangunan dua lantai dengan arsitektur yang menggabungkan gaya Melayu, Arab, dan Eropa ini memiliki 15 ruangan. Lantai pertama digunakan untuk sidang dan menerima tamu, sementara lantai kedua berfungsi sebagai tempat peristirahatan Sultan dan tamu kerajaan. Istana ini juga menjadi museum yang menyimpan benda-benda peninggalan Kerajaan Siak.

Transformasi Kabupaten Siak

Pada awal pemerintahan Republik Indonesia, Kabupaten Siak merupakan Wilayah Kewedanan Siak di bawah Kabupaten Bengkalis. Statusnya berubah menjadi kecamatan dan kemudian, pada tahun 1999, menjadi Kabupaten Siak dengan ibukota Siak Sri Indrapura berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999.

Related Post